Resume Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

LAPORAN KEGIATAN GEMAR MEMBACA
“Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”


Disusun
Oleh:
ARIF DARMAWAN
NISN: 9976371638
KELAS: XII IPS II





KEMENTRIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 (MODEL) LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
HALAMAN PENGESAHAN


Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

 
Disahkan
Oleh :

Mengetahui                                                                      Lubuklinggau, September 2015
        Kepala MAN 1 ( Model ) Lubuklinggau                        Guru Pembimbing                                     




RUSMALA DEWI  Z, S.Pd.MM                                   EVA SUSIANTI, S.Pd  
NIP. 19671104 199603 2 001                                     NIP. 19790515 200312 2 004




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
   A.  Latar Belakang Kegiatan ......................................................................... 1
   B.   Tujuan Kegiatan ..................................................................................... 1
BAB II HASIL RESUME .................................................................................... 2
   A.  Latar Belakang Pentingnya Sosialisasi Empat Pilar ............................... 2
   B.  Kondisi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ........................................ 3
         C.  Peran MPR Dalam Sosialisasi Empat Pilar ............................................. 5
       PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA
         A.  Sejarah Lahirnya Pancasila ..................................................................... 5
         B.  Rumusan Pancasila .................................................................................. 6
              1.  Sila Pertama ........................................................................................ 7
              2.  Sila Kedua ........................................................................................... 8
              3.  Sila Ketiga ........................................................................................... 8
              4.  Sila Keempat ....................................................................................... 9
              5.  Sila Kelima .......................................................................................... 9
         C.  Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara ...................................... 10
       BHINEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SEMBOYAN NEGARA
          A.  Bhineka Tunggal Ika ............................................................................ 11
               1.  Sejarah Bhineka Tunggal Ika ........................................................... 11
               2.  Bhineka Tunggal Ika Dalam Konteks Indonesia ............................. 12
          B.  Keanekaragaman Bangsa Indonesia ..................................................... 14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 16
      A.  KESIMPULAN ................................................................................... 16
      B.  SARAN ................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17





KATA PENGANTAR




Alhamdulillah, dengan rasa syukur kehadiran Allah SWT, Yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kita semua. Tentunya tak lupa pula Shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

            Penulisan laporan ini dapat di selesaikan dengan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, dari itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.      RUSMALA DEWI Z, S.Pd. MM selaku kepala MA Negeri 1 ( Model ) Lubuklinggau yang telah membuat program yang inovatif dan bermanfaat bagi penulis dan siswa lainnya.
2.      Ibu EVA SUSIANTI, S.Pd selaku guru pembimbing yang telah membantu banyak hal yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
3.      Orang tua yang telah memberikan motivasi serta do’a kepada penulis selama mengajarkan resume ini.
4.      Teman-teman tersayang seperjuangan di kelas XII IPS II Yang memberikan dukungan sepenuh hati.
Resume ini saya buat dengan sungguh-sungguh atas usaha semampu saya dengan di tunjang beberapa resensi. Saya berharap bagi para pembaca juga menyadari bahwa dalam pembuatan resume ini banyak kekurangan, maka dari itu saya minta kritik dan saran dari pembaca resume saya selanjutnya.

                                                                                           Lubuklinggau, September 2015
                Penyusun



                                                                      BAB I
                                                            PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG KEGIATAN
        Negara Indonesia adalah negara yang besar. Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pendiri negara menyadari bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa daerah, serta agama yang berbeda-beda. Dengan keanekaragaman tersebut, mengharuskan setiap langkah dan kebijakan negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diarahkan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
        Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus menjadi landasan pokok dan landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia.
        Sosialisasi nilai-nilai Empat Pilar adalah untuk mengingatkan dan menyegarkan kembali komitmen seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
B.    TUJUAN KEGIATAN
-          Menyelesaikan tugas Budaya Gemar Membaca.
-          Berbagi wawasan kepada para pembaca tentang Empat Pilar Kehidupan
              Berbangsa dan Bernegara.
-          Memberikan pengertian tentang rasa persaudaraan antara suku bangsa.


                                                                     BAB II
                                                            HASIL RESUME
A.    LATAR BELAKANG PENTINGNYA  SOSIALISASI  EMPAT  PILAR
        Salah satu karakteristik Indonesia sebagai Negara dan bangsa adalah kebesaran, keluasan dan kemajemukan. Konsepsi pokok para pendiri bangsa ini tidak mengalami perubahan, tetapi sebagaian bersifat teknik instrumental mengalami penyesuaian pada generasi bangsa ini.
        Setiap bangsa memiliki konsepsi dan cita-cita  masing sesuai dengan kondisi, tantangan  dan karakter bangsa bersangkutan . Dalam pandangan Soekarno: ” tidak ada dua bangsa mempunyai cara berjuang sendiri, mempunyai tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri, mempunyai karakteristik  sendiri. Oleh  karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri terwujud dalam kebudayaannya dalam perekonomian dan watak serta lain sebagainya”(Soekarno,1958)
        Konsepsi pokok yang melandasi semua hal itu adalah semangat gotong royong. Bung karno mengatakan: gotong royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan. Saudara-saudara ! kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha , satu amal, satu pekerjaan, gotong royong adalah pembatingan tulang bersama, perjuangan bantu membantu bersama. Amal semua buat kepetingan semua, keringat semua buat kebahagian semua. Holopis kuntul baris, baris kepentingan bersama ! itulah gotong royong “(dikutip dari pidato bung karno, 1 juni 1945)
        Empat pilar dari konsepsi kenegaraan Indonesia tersebut merupakan prasyarat minimal, disamping pilar-pilar lainnya, bagi bangsa ini untuk bisa berdiri kukuh dan meraih  kemajuan berlandasan karakter kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Bahwa itulah prinsip-prinsip  moral  keindoneisan yang memandu tercapainya perikehidupan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
         Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang sebagai sesuatu yang harus dipahami oleh para penyelenggara Negara bersama seluruh masyarakat dan menjadi panduan kehidupan politik, menjalankan pemerintah, menegakan hukum, mengatur perekonomian dan berbagi dimensi kehidupan bernegara dan berbangsa lainya.
        Dengan pengamalan prinsip Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, diyakni bangsa Indonesia akan mampu mewujudkan diri sebagai bangsa yang makmur, sejahtera dan bermartabat.
        Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat menjadi panduan yang effective dan nyata, apabila semua pihak ,segenap elemen bangsa para penyelenggara  Negara baik dipusat maupun daerah dan seluruh masyarakat konsisten mengamalkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. 

B.    KONDISI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
        Bangsa Indonesia harus bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi yang bisa mengikat bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk. Pancasila adalah konsensus nasional yang dapat diterima semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia. Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan bangsa sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa.
        Kehidupan bangsa Indonesia akan semakin kukuh, apabila segenap komponen bangsa, di samping memahami dan melaksanakan Pancasila, juga secara konsekuen menjaga sendi- sendi utama lainnya, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
        Dengan demikian, perjuangan ke depan adalah tetap mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara dan wadah pemersatu bangsa, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang merupakan modal untuk bersatu dalam kemajemukan.
        Kesadaran kebangsaan yang mengkristal yang lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan, akibat penjajahan, telah berhasil membentuk wawasan kebangsaan Indonesia seperti yang tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yaitu tekad bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan, yaitu Indonesia. Tekad bersatu ini kemudian dinyatakan secara politik sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam Proklamasi 17 Agustus 1945.    Namun, sejak terjadinya krisis multidimensional tahun 1997, muncul ancaman yang serius terhadap persatuan dan kesatuan serta nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi pekerti luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, dan sebagainya yang disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri. (Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa).
        Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah yang telah menyebabkan terjadinya krisis yang sangat luas. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa belum sepenuhnya dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia. Dalam kerangka itu, diperlukan upaya mewujudkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa sebagai sumber etika dan moral untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, serta perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa selalu berpihak kepada kebenaran dan menganjurkan untuk memberi maaf kepada orang yang telah bertobat dari kesalahannya.
C.    PERAN MPR DALAM SOSIALISASI EMPAT PILAR
        Kegiatan Sosialisasi oleh MPR yang dilakukan dalam rangka memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh kepada seluruh warga negara dan para penyelenggara negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Putusan MPR lainnya didukung oleh Presiden Republik Indonesia melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2005 tanggal 15 April 2005 tentang Dukungan Kelancaran Pelaksanaan Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA
A.    SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA
        Berdasarkan penelusuran sejarah, Pancasila tidaklah lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan melalui proses yang panjang, dengan didasari oleh sejarah perjuangan bangsa dan dengan melihat pengalaman lain di dunia. Pancasila diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan besar bangsa Indonesia sendiri.
        Proses sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian perjalanan yang panjang, setidaknya dimulai sejak awal 1900-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan gerakan seiring dengan proses penemuan Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama ( civic nationalism ). Proses ini ditandai oleh kemunculan berbagai organisasi pergerakan kebangkitan  ( Boedi Oetomo, SDI, SI, Muhammadiyah, NU, Perhimpunan Indonesia, dan lain-lain), partai politik (Indische Partij, PNI, partai-partai sosialis, PSII, dan lain-lain), dan sumpah pemuda. Perumusan konseptualisasi Pancasila dimulai pada masa persidangan pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 29 Mei-1 Juni 1945.
        Dalam menjawab permintaan Ketua BPUPKI, Radjiman Wediodiningrat, mengenai dasar negara Indonesia merdeka, puluhan anggota BPUPKI berusaha menyodorkan pandangannya, yang kebanyakan pokok gagasannya sesuai dengan satuan-satuan sila Pancasila. Rangkaian ini ditutup dengan Pidato Soekarno ( 1 Juni) yang menawarkan lima prinsip dari dasar negara yang diberi nama Panca Sila. Rumusan Soekarno tentang Pancasila kemudian digodok melalui Panitia Delapan yang dibentuk oleh Ketua Sidang BPUPKI. Kemudian membentuk  “Panitia Sembilan”, yang menyempurnakan rumusan Pancasila dari Pidato Soekarno ke dalam rumusan versi Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Fase pengesahan dilakukan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang menghasilkan rumusan final Pancasila yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.
        Dalam proses perumusan dasar negara,Soekarno memainkan peran yang sangat penting. Dia berhasil mensintesiskan berbagai pandangan yang telah muncul dan orang pertama yang mengonseptualisasikan dasar negara itu ke dalam pengertian “dasar falsafah” (philosofische grondslag) atau “pandangan komprehensif dunia” (weltanschauung) secara sistematik dan koheren.
B.    RUMUSAN PANCASILA
        Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dimuat dalam Berita Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1946. Undang-undang Dasar tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu Pembuakaan, Batang Tubuh, dan penjelasan.
        Pembukaaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memuat cita-cita kenegaraan dan cita-cita hukum, yang selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar. Lima dasar negara terdapat di dalam Pembukaan alinea keempat, akan tetapi nama Pancasila tidak terdapat secara eksplisit. Secara ideologis, dasar nagara yang lima itu adalah Pancasila.
        Rumusan lima nilai dasar sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
      1.            Ketuhanan Yang Maha Esa.
      2.            Kemanusiaan yang adil dan beradab.
      3.            Persatuan Indonesia.
      4.            Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan.
      5.            Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
        Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia dan dasar Negara Republik Indonesia. Dasar tersebut kukuh karena digali dan dirumusan dari nilai kehidupan rakyat indonesia yang merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa kita. Karena itulah Pancasila disepakati secara nasional, Pancasila merupakan suatu perjanjian luhur yang harus dijadikan pedoman bagi bangsa, Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Itu pulalah bentuk dan corak masyarakat yang hendak kita capai atau wujudkan, yaitu masyarakat Indonesia modern, adil, dan sejahtera. Dari sejarah ketatanegaraan kita terbukti bahwa Pancasila mampu mempersatukan bangsa kita yang majemuk.   
        Berikut adalah nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
      1.            Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia dan setiap warga negara harus mengakui adanya Tuhan. Oleh karena itu, setiap orang dapat menyembah Tuhan-nya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Segenap rakyat Indonesia mengamalkan dan menjalankan agamanya dengan cara yang berkeadaban yaitu hormat menghormati satu sama lain. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Negara Indonesia adalah satu negara yang ber-Tuhan. Dengan demikian, segenap agama yang ada di Indonesia mendapat tempat dan perlakuan yang sama dari negara. Sila ini menekankan fundamen etis-religius dari negara Indonesia yang bersumber dari moral ketuhanan yang diajarkan agama-agama dan keyakinan yang ada, sekaligus juga merupakan pengakuan akan adanya berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Tanah Air Indonesia. Kemerdekaan Indonesia dengan rendah hati diakui ”Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Dengan pengakuan ini, pemenuhan cita-cita kemerdekaan Indonesia, untuk mewujudkan suatu kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mengandung kewajiban moral. Kewajiban etis yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan oleh segenap bangsa bukan saja di hadapan sesamanya, melainkan juga di hadapan sesuatu yang mengatasi semua, Tuhan Yang Maha Kuasa.
      2.            Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa kita memiliki Indonesia Merdeka yang berada pula lingkungan kekeluargaan bangsa-bangsa. Prinsip Internasionalisme dan Kebangsaan Indonesia adalah Internasionalime yang berakar di dalam buminya Nasionalisme, dan Nasionalisme yang hidup dalam taman sarinya Internasionalisme. Bahwa, akan dihargai dan dijunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
 Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
menumbuhkan sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga negara. menempatkan manusia Indonesia pada persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi, berarti manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa, bila diperlukan. Sikap rela berkorban untuk kepentingan negara dan Bangsa, maka dikembangkanlah rasa kebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Persatuan dikembangkan tas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia.
                   Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam                              permusyawaratan/perwakilan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan/ perwakilan; mengajak masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung bersama sesama warga atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukan masing-masing. menempatkan manusia Indonesia pada persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi, berarti manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa, bila diperlukan. Sikap rela berkorban untuk kepentingan negara dan Bangsa, maka dikembangkanlah rasa kebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Persatuan dikembangkan tas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia.
      5.            Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat. Manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan soial dalam kehidupoan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain.
C.    PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA
       Pengertian pancasila sebagai ideologi dan dasar negara artinya pancasila memiliki nilai­-nilai yang menjadi padangan hidup bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, hal ini dimaksudkan bahwa pancasila merupakan gagasan, ide­ide maupun keyakinan yang menyeluruh dan sistematis yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Ideologi suatu negara menjadi dasar sistem kenegaraan untuk seluruh rakyatnya dan juga bangsa tersebut.
        Pancasila sebagai ideologi negara sangat dibutuhkan karena ideologi tersebut merupakan suatu pandangan, nilai, cita­cita dan juga keyakinan yang ingin diwujudkan dalam kehidupan yang nyata. Ideologi tersebut mampu membangkitkan kesadaran seluruh rakyat dengan kemerdekaan. Pendek kata, pengertian pancasila sebagai ideologi dan dasar negara adalah konsep yang meliputi penanaman semangat masyarakat untuk bergerak melawan penjajah dan mewujudkan kehidupan dalam penyelenggaraan negara.
        Pancasila sebagai dasar negara dimaksudkan bahwa pancasila merupakan landasan kehidupan bernegara. Dasar negara bagi negara merupakan dasar yang digunakan untuk mengatur penyelenggaraan negara. Dengan demikian pengertian pancasila sebagai ideologi dan dasar negara adalah pancasila sebagai dasar untuk mengatur negara baik penyelenggaraannya sekaligus pancasila merupakan suatu pandangan untuk meraih cita­cita bangsa Indonesia. Dasar negara yaitu pancasila meliputi tujuan negara, cita­cita negara dan juga norma­norma dalam bernegara. Begitu pentingnya pancasila bagi bangsa Indonesia sehingga semua masyarakat wajib untuk mengetahui pancasila sebagai ideologi dan juga dasar negara.
BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SEMBOYAN NEGARA
A.    BHINNEKA TUNGGAL IKA
1.     Sejarah Bhinneka Tunggal Ika
        Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan seorang penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam kerajaan Majapahit yang lebih bernafaskan agama Hindu (Ma’arif A. Syafii, 2011). 
        Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi terbatas antara Muhammad Yamin, I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela-sela sidang BPUPKI sekitar 2,5 bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia(Kusuma R.M. A.B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri mengemukakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan ciptaan Bung Karno pasca Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika mendesain Lambang Negara Republik Indonesia dalam bentuk burung Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disisipkan ke dalamnya.
        Secara resmi lambang ini digunakan dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yg dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang diciptakan oleh Sultan Hamid ke-2 (1913-1978). Pada sidang tersebut mengemuka banyak usulan rancangan lambang negara, selanjutnya yang dipilih adalah usulan yang diciptakan Sultan Hamid ke-2 & Muhammad Yamin, dan kemudian rancangan dari Sultan Hamid yang akhirnya ditetapkan (Yasni, Z, 1979).

        Karya Mpu Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan penafsiran baru sebab dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan  bahasa. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan “keramat” ini terpajang melengkung dalam cengkeraman kedua cakar Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu ialah kendaraanDewa Vishnu (Ma’arif A. Syafii, 2011).
        Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus diingat sebagai orang yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika dijadikan semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit (Prabaswara, I Made, 2003). Konon, di sela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya sontak menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan hana dharma mangrwa.” Sambungan spontan ini di samping menyenangkan Yamin, sekaligus menunjukkan bahwa di Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup dan dipelajari orang (Prabaswara, I Made, 2003). Meksipun Kitab Sutasoma ditulis oleh seorang sastrawan Buddha, pengaruhnya cukup besar di lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.
        Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup toleran untuk menerima warisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak dasar suku-suku bangsa di Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke Nusantara. Sekalipun dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit abad XV, pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat melemah, secara kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini (Ma’arif A. Syafii, 2011).

2.    Bhinneka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia
       Indonesia beruntuk telah memiliki falsafah bhinneka tunggal ika sejak dahulu ketika negara barat masih mulai memerhatikan tentang konsep keberagaman. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keberagaman. Jika dilihat dari kondisi alam saja Indonesia sangat kaya akan ragam flora dan fauna, yang tersebar dari ujung timur ke ujung barat serta utara ke selatan di sekitar kurang lebih 17508 pulau. Indonesia juga didiami banyak suku(sekitar kurang lebih 1128 suku) yang menguasai bahasa daerah masing-masing(sekitar 77 bahasa daerah) dan menganut berbagai agama dan kepercayaan. Keberagaman ini adalah ciri bangsa Indonesia. Warisan kebudayaan yang berasal dari masa-masa kerajaan hindu, budha dan islam tetap lestari dan berakar di masyarakat. Atas dasar ini, para pendiri negara sepakat untuk menggunakan bhinneka tunggal ika yang berarti "berbeda-beda tapi tetap satu jua" sebagai semboyan negara.
        Bangsa Indonesia sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaan lainya. Perbedaan tersebut dijadikan para leluhur sebagai modal untuk membangun bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar. Sejarah mencatat bahwa seluruh anak bangsa yang berasal dari berbagai suku semua terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua ikut berjuang dengan mengambil peran masing-masing.
        Kesadaran terhadap tantangan dan cita-cita untuk membangun sebuah bangsa telah dipikirkan secara mendalam oleh para pendiri bangsa Indonesia. Keberagaman dan kekhasan sebagai sebuah realitas masyarakat dan lingkungan serta cita-cita untuk membangun bangsa dirumuskan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ke-bhinneka-an merupakan realitas sosial, sedangkan ke-tunggal-ika-an adalah sebuah cita-cita kebangsaan. Wahana yang digagas sebagai “jembatan emas” untuk menuju pembentukan sebuah ikatan yang merangkul keberagaman dalam sebuah bangsa adalah sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia.

        Para pendiri negara juga mencantumkan banyak sekali pasal-pasal yang mengatur tentang keberagaman. Salah satu pasal tersebut adalah  tentang pentingnya keberagaman dalam pembangunan selanjutnya diperkukuh dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman.

B.    Keanekaragaman Bangsa Indonesia
        Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keberagaman suku,agama,ras,budaya dan bahasa daerah. Indonesia meliliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.asuku bangsa merupakan bagian dari suatu negara. Dalam setiap suku bangsa terdapat kebudayaan yang berbeda-beda.selain itu masing-masing suku bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar ta’at dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Setiap suku bangsa di indonesia memiliki norma-norma sosial yang berbeda-beda. Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan.
        Ketika terjadi pertentangan antar individu atau masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda,mereka akan mengelompok menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya (primodialisme). Itu menyebabkan pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara(disintegrasi).Secara umum, kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan horisontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa capaian yang diperoleh melalui prestasi (achievement). Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi permukiman.  
         Sedangkan perbedaan horisontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut menanamkan permusuhan etnik.
         Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi sebagai sumber konflik, antara lain perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi, serta perluasan batas-batas identitas sosial budaya dari sekelompok etnik. Untuk menghindari diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang mengalami perbedaan. Tetapi tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk menuju integritas nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan.
        Selain itu faktor sejarah lah yang mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu,pancasila sebagai idiologi yang menjadi poros dan tujuan bersama untuk menuju integrasi, kedaulatan dan kemakmuran bersama.









                                                                    BAB III
                                                  KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
        Sosialisasi nilai-nilai Empat Pilar adalah untuk mengingatkan dan menyegarkan kembali komitmen seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
B.    SARAN
        Dengan pengamalan prinsip Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, diyakni bangsa Indonesia akan mampu mewujudkan diri sebagai bangsa yang makmur, sejahtera dan bermartabat.


0 Response to "Resume Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara"

Posting Komentar